Selasa, Januari 19, 2010

Avoiding Common Errors: Making an Impressive Presentation

Sering sekali teman-teman di kelas mengomentariku saat sedang mendapat jatah presentasi di depan kelas, ”Your presentation was so impressive. I haven’t got any idea about the journal before you make it easy to grasp through your presentation”, atau, “Beda yah presentasi Widyaiswara, auranya aja udah berasa” or any other comments alike.

To tell them the truth, it’s not because I’m a widyaiswara, mengingat akupun amat baru menjabat sebagai WI dan bahkan belum punya jam terbang. Dan tidak harus menjadi WI untuk punya skill dalam presenting sesuatu. Seorang marketerpun, bahkan praktisi MLM, sudah selayaknya belajar public speaking atau sekurang-kurangnya teknik presentasi untuk menjalankan duty-nya.

Ada banyak sekali pakar komunikasi yang membahas tentang teknik presentasi, membuat pidato yang mengesankan, menaklukkan percakapan sulit, sampai menjadi jago public speaking yang memotivasi dan menggairahkan audience. Sebagian guidance book yang gampang diikuti adalah TALK-inc points-nya trio Alexander Sriewijono, Becky Tumewu dan Erwin Parengkuan, Smart Public Speaker-nya Randy Fujihsin, serta beberapa buku lain. Teknik-teknik yang dipaparkanpun universal dan bisa diterapkan pada tiap setting dan tujuan presentasi. Intinya keterampilan interpersonal, salah satunya dalam berbicara didepan publik, is not something gifted, but learnt. Dan jam terbanglah yang menyempurnakannya seperti a proverb says: practice makes perfect.

Berdasarkan pengalaman menyaksikan banyak sekali presentasi, ada hal-hal yang aku kenali sebagai ‘common errors made by a presenter’ yang terkesan remeh-temeh namun punya impact yang besar terhadap audience.

1. Unclear purpose
Sering sekali presentasi dilakukan tanpa audience bahkan presenternya sadar tujuan apa yang hendak dicapai dalam presentasi ini. Tidak memiliki tujuan yang jelas akan membuat presentasi wandering all around, dan sulit diukur tingkat keberhasilannya [bagaimana mau mengukurnya jika yang diukur saja tidak jelas?]. That’s why, penting sekali untuk menyatakan tujuan [objective] dan overview [agenda] yang komprehensif sebelum benar-benar masuk dalam inti presentasi. Kejelasan tujuan ini juga akan membuat presenter mudah menentukan metode presentasinya, apakah dalam presentasinya ia perlu berargumentasi, atau sekedar memaparkan, atau menceritakan secara elaboratif, atau menginstruksi?

2. Complicated sentences
Sering sekali kalimat-kalimat yang dipakai dalam slide maupun yang digunakan presenter secara lisan adalah kalimat-kalimat panjang, rumit yang justru tidak menyampaikan pesan secara utuh, bahkan seringkali mengundang misinterpretasi oleh audience. Please simplify yours, ini akan amat membantu mentransfer pesan pada audience.

3. Poor Ms. Powerpoint
Ada kesan bahwa masih banyak orang yang ‘terjebak’ untuk menggunakan Ms. Powerpoint sebagai media pengalih dari Ms. Word belaka, dalam artian mereka masih menggunakan paragraf-paragraf padat dan bukannya pointers. We don’t need to expose too much information on the slides. Hal penting lainnya adalah: seringkali powerpoint dibuat dengan sekenanya saja, tanpa memperhatikan unsure estetika yang bersahabat dengan mata audience. Please make sure that the contrast is okay, dan tidak menyakiti mata audience.

4. Not presenting, but Reading!
Ini tampaknya amat lazim dilihat pada banyak sekali presentasi yang pasti mujarab membuat pendengarnya ‘terbang berjamaah’ ke alam mimpi karena terngantuk-ngantuk di kursinya. Presentasi sama sekali bukan reading session, jika seorang presenter hanya mau membacakan slide-nya, why should he who does? Audience toh bisa membacanya sendiri dan dengan demikian sesi presentasi menjadi tak diperlukan lagi. Please stop reading and start presenting. Tentu karenanya kita perlu menguasai contents dengan baik, namun kita masih bisa mengandalkan coret-coretan pada kertas kecil di tangan jika kita kuatir akan melewatkan poin-poin penting.

5. Being less enthusiastic and monotonous
Slide dibuat dengan monoton, disajikan juga dengan monoton, maka jangan terlalu berharap audience akan tertarik untuk menyimak dengan antusias. Antusiasme itulah yang justru harus ditularkan seorang presenter pada segenap audiencenya. Salah satu tips penting untuk membuka presentasi, menularkan aura positif, sekaligus meredam kegugupan, adalah TERSENYUM! Tentu tersenyum tulus, bukan tersenyum grogi [merasa inferior] atau justru tersenyum arogan [merasa superior].

6. Being Lebay
Ada kecenderungan untuk menggunakan animasi atau audio visual effect pada presentasi kita, yang kadang-kadang malah berlebihan dan tidak perlu bahkan mengganggu. Jika presentasi kita bersifat formal, sedapat mungkin tampilkan kesan serius dengan mengeliminasi hal-hal tersebut. Jikapun ingin menggunakan gambar, pilihlah dengan cermat hingga keberadaannya akan mengefektifkan penyampaian pesan dan bukannya sebaliknya. Menggunakan humor dalam presentasipun baik jika tidak berlebihan dan justru mengaburkan esensi presentasi itu sendiri.

7. Not Mastering What We Deliver.
Bagaimana content bisa dikuasai oleh audience jika sang presenternya sendiri masih gagap, tidak meyakinkan, dan tidak menguasainya dengan baik? We should really know what we are talking about. Menyampaikan apa yang tidak kita kuasai hanya akan membuat kita tampak konyol dan tidak berwibawa dihadapan audience.

8. Not well-groomed
Percayalah, saat kita bicara dihadapan banyak orang, segenap pasang mata itu akan menyorot kita dari ujung rambut hingga ujung kaki. So, please make sure that your outfit makes you confident! Menginvestasikan uang pada outfit yang baik tentu bukan pemborosan. Pernah suatu kali aku mengikuti diklat yang diisi oleh seorang model ternama untuk mata diklat terkait performance saat presentasi. Ia memberikan banyak sekali kiat bermanfaat terutama tentang how to be well-groomed at the stage. Namun teman-teman disampingku kasak-kasuk membahas sang model yang tampak tidak profesional dengan sepasang sepatunya yang sudah ‘mangap’ dengan parahnya. Mungkin sang model kurang aware tentang itu, bukannya tak mampu membeli dengan yang baru. Namun kekurangpekaan ini berakibat fatal karena mengurangi kredibilitas sang model.

Lain waktu, audience merasa ‘terganggu’ dengan penampilan seorang narasumber yang hanya mengenakan sepasang sandal teplek seolah dirinya sedang ingin pergi ke pasar dan bukannya menghadiri –bahkan menjadi narasumber- sebuah forum penting dimana para audience-nya mengenakan jas, dasi dan blazer lengkap. Salah satu cara menghargai audience adalah dengan tampil well-groomed dan profesional.


9. Mind your Body Language.
Selama ini kita selalu diwanti-wanti bahayanya pesan yang diperoleh dari body language yang ‘berada diluar kontrol’ kita. Saat menyaksikan talkshow Just Alvin di MetroTV yang sedang menghadirkan seorang artis senior yang baru menerima award atas prestasinya di dunia akting, aku benar-benar baru menyadari bahwa having bad body language is really a disaster! Sepanjang obrolan dengan Alvin, sang artis tampak jarang mengeluarkan kata-kata yang bersifat superior, namun seluruh body language sang artis, mulai dari tatapan matanya, kebiasaannya menunjuk-nunjuk lawan bicara, kebiasaannya memotong-motong omongan lawan bicara, termasuk senyum arogannya, benar-benar lengkap menyampaikan pesan tersembunyi bahwa sang artis benar-benar merasa superior. Aku jadi jengkel sekali mengikuti obrolan yang lantas terasa sangat nggak penting itu, namun sekaligus berpikir: ‘aku begitu ga ya waktu ngobrol dengan orang?’.

Kebiasaan ‘lazim’ lain yang juga mengganggu adalah cara presenter meredam kegugupan dan menenangkan diri dengan melakukan gesture tertentu secara berulang-ulang, memasukkan tangan kedalam saku,

Lain waktu saat mengikuti sebuah diklat, seorang narasumber yang melakukan eye-contact secara merata pada segenap isi ruangan, dan tatapan hangatnya menyampaikan penerimaan yang tulus pada seluruh audience, maka saat itu aku benar-benar merasa sekali pentingnya membuat audience merasa dihargai keberadaannya dengan cara mempertahankan salah satu body language yang sering diabaikan banyak orang: eye contact.

By avoiding such common errors, I do believe that everybody can make an impressive presentation. No doubt about that :)

3 komentar:

  1. numpang lewat be mbak....
    hehehehehe

    BalasHapus
  2. jd inget jaman gw dlu S2 nga.pas presentasi kan emang cuma nampilin pointnya aja di powerpoint.nah terus point2 itu gw hyperlink ke ms word atau excel pas nunjukkin hitungan atau gambar.audiencenya langsung melek matanya bgitu liat hal yg menurut mereka keren.
    pas dosen dari swedia ke ugm utk ngisi kuliah tamu,bliau nambahin video film ke dlm powerpoint.hasilnya yg awalnya gak ngerti dia ngomong apa&ngantuk jd semangat dengerin kuliahnya smbil liat film ttg kuliahnya.
    bnr bgt kok nga,berlebihan itu gak bgs tp klo monoton hanya slide yg isinya tulisan2doang jg bikn gak menarik.intinya gmna caranya kita bikin presentasinya jd menarik.jd walaupun awalnya audience gak interest dg topik presentasi qta,mreka akan berpikir sebaliknya kl qta suguhkan hidangan yg lezat (nah lo kok jd ke makanan :p)."judge the book by its cover" tu emang gak bgs,tp qta perlu memberikan kemasan yg indah agar org tertarik.krn org cenderung menilai sesuatu dr kulitnya aja.
    sori ya nga komentarnya panjang amat.hehe...
    gw jg dah mulai nulis di blogspot tp bru baby.slama ini klo gw nulis,cm gw simpan di dlm folder hard disk doang.

    BalasHapus
  3. @angie: numpang lewat harus bayar nggie... :D
    @indri: halahhhh ndri,ketemu di blog kita! tp bener,something catchy itu perlu utk menarik perhatian, apalagi kalo itu ga common, pasti sukses buat bikin org menyimak what we are talking about. tantangan buat presentasi memang how to make people look at us :D
    iya, ayo ndri, kita blogging2!! [walau gw jg suka males ngupdatenya, hahahaha]

    BalasHapus

any ideas to share?