Sabtu, Oktober 10, 2009

'Nyampah' Sampai Tua

Saat membaca buku-buku tentang keterampilan interpersonal dan cara berkomunikasi efektif, kita seringkali di warning tentang bukan hanya penting APA yg ingin kita sampaikan pada orang, tapi BAGAIMANA cara kita menyampaikannya. Akan ada perbedaan yg besar pada DAMPAK, jika kita tau cara yg baik buat menyampaikan apapun yg baik atau tidak baik.

Tapi saat ini aku berpikir lain. Bagaimanapun halusnya cara seseorang, jika isinya SAMPAH, ya tetap akan ngefek ga enak di hati.

Nyampah ya nyampah, talking rude is undeniably bad, bagaimanapun manisnya proses nyampah itu.

Aku percaya content has its own power. Jadi PR kita tidak hanya belajar how to talk, tapi berlatih untuk memilih what to talk about. Dan sungguh, ini ga bisa dibuat-buat.

Untuk menjadi orang yg terbiasa bicara baik, kita kudu punya paradigma bahwa bicara baik itu keharusan.
Dan untuk menjadi orang yang terbiasa bicara sampah, ga sulit buat kita. Cukup anggap aja itu hak kita, dan no big deal buat orang. See? Sangat gampang buat jadi orang yang hobi nyampah. Bahkan kita menyaksikan pada tiap komunitas, sering kali ada saja sosok yang hobi nyampah bahkan saat dirinya sudah beranjak tua. Paralelisme antara usia dan kearifan ternyata sering kali tidak berlaku. Ekspektasi bahwa semakin berumur seseorang akan makin tinggi tendensinya untuk bijaksana kerapkali hanya sebuah misasumsi.

Sedih sekali jika menyaksikan bahwa mereka yang kita hormati karena senioritasnya, kerapkali masih merasa ‘masih jaman’ untuk berkata-kata sampah yang ga selayaknya. Masa iya sih, kita rela untuk nyampah sampai tua?